Halaman

Rabu, 15 Ogos 2012

Isnin, 23 Julai 2012

Walpaper



Indahnya bulan ramadhan

“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa”,(QS. Al-
Baqarah : 183 )
Ramadhan merupakan bulan
yang sangat istimewa. Bulan yang
ditunggu-tunggu pecinta surga. Pernahkan
kita berpikir mengapa demikian,? Hal
tersebut karena pada bulan ini pintu-pintu
surga dibuka, pintu-pintu ibadah, amal,
dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Ilahi terbuka lebar, pintu-pintu neraka
ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu.
Bulan dimana dijanjikan oleh_Nya rahmat
(karunia), maghfirah (ampunan), dan itqun
min al-nar (pembebasan dari api neraka).
Puasa akan membangunkan hati Mukmin
yang ‘tertidur’ merasa selalu diawasi Allah
sehingga mencegah kemungkaran. Perut
yang kenyang dapat memandulkan
perasaan sehingga menjadikan hati keras,
menyuburkan sikap liar, dan maksiat
kepada Allah dan sesama manusia tetapi
dengan puasa kita dapat merasakan
kelaparan sesama sehingga menimbulkan
empati bagi sesama dan solidaritas
sesama muslim. Betapa indahnya bulan ini
yang merupakan wahana memupuk
solidaritas antar umat manusia. Dan pada
akhir bulan keutamaannya disempurnakan
dengan kewajiban membayar zakat fitrah
sebagai manifestasi puncak solidaritas
sosial tersebut.
Betapa mulianya bulan ini,
dimana di dalamnya Allah yang Maha
Pemurah menjadi lebih pemurah lagi.
Dilipatkangandakan-Nya perhitungan
pahala orang yang berbuat kebajikan.
Siapa saja yang melakukan ibadah sunnah
dihitung melakukan kewajiban dan yang
melakukan kewajiban dilipatkangandakan
pahalanya. Sesungguhnya engkau akan
dinaungi bulan yang senantiasa besar lagi
penuh berkah, bulan yang di dalamnya ada
suatu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan. Ramadhan adalah bulan
sabar dan sabar pahalanya surga.
Ramadhan adalah bulan pemberian
pertolongan dan bulan Allah menambah
rezeki orang Mukmin. (HR al-Bukhari dan
Muslim).
B. Makna Puasa (Ramadhan)
Apa yang akan kita peroleh dari
bulan yang mulia ini tergantung pada diri
kita masing-masing. Semuanya tentu
berpulang pada bagaimana kita memaknai
puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa
dimaknai sekadar tidak makan dan minum
serta tidak melakukan yang membatalkan
puasa, tentu hanya itu pula yang bakal
didapat. Betapa banyak orang berpuasa
tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar
dan betapa banyak orang yang
menghidupkan malam tidak mendapatkan
apa-apa kecuali begadangnya saja. Apakah
itu pilihan kita saudaraku?? Tentu tidak.
Puasa harus dimaknai lebih dari sekedar
itu, puasa adalah amal ibadah dimana
didalamnya penuh dengan kebaikaan,
kebajikan dan berkah dimana kita harus
senantiasa menjaga ibadah puasa kita dari
perkara-perkara yang sia-sia. Mau
melewatkan waktu selama Ramadhan
dengan sia-sia atau meraih keutamaan-
keutamaannya adalah tergantung kemauan
dan pilihan kita.
Kata puasa berasal dari Bahasa
Sansekerta. Menurut Bahasa Arab, puasa
berasal dari kata shaum atau shiam.
Menurut Bahasa Indonesia, puasa artinya
menahan diri. Kata menahan diri
mencakup beberapa makna, seperti
menahan diri tidak makan dan minum
serta tidak melakukan hubungan suami
istri selama waktu tertentu. Puasa sendiri
dikenal oleh seluruh bangsa di dunia,
seperti Indonesia, Mesir kuno, Tionghoa,
Tibet, Arab, dan sebagainya, juga
dilakukan oleh hampir seluruh penganut
agama, baik Katholik, Kristen, Hindhu
ataupun Budha.
C. Nilai-Nilai Pendidikan dalam bulan
Ramadhan
Puasa, bukan sekedar kewajiban
tahunan, dengan menahan lapar dan
berbuka, kemudian setelah itu hampir
tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam
perilaku dalam bersosialisasi di
masyarakat, namun puasa lebih kepada
kewajiban yang mampu menggugah moral,
akhlak, dan kepedulian kepada hal social
kemasyarakatan. Puasa merupakan
kewajiban yang universal, dan sebagai
orang yang beragama Islam, maka perlu
diyakini bahwa puasa merupakan
kewajiban yang disyariatkan untuk setiap
muslim/mukmin, seperti layaknya sebagai
umat dari Nabi Muhammad SAW.
Puasa, merupakan satu cara
untuk mendidik individu dan masyarakat
untuk tetap mengontrol keinginan dan
kesenangan dalam dirinya walaupun
diperbolehkan. Dengan berpuasa
seseorang dengan sadar akan
meninggalkan makan dan minum sehingga
lebih dapat menahan segala nafsu dan
lebih bersabar untuk menahan emosi,
walaupun mungkin terasa berat
melakukannya.
Namun, apapun yang diperbuat
di bulan puasa ini, semuanya kembali
kepada kesadaran diri masing-masing,
untuk memahami makna puasa, dan
makna-makna lain yang akan menentukan
sikap dan perilaku diri ke depan setelah
berlalunya bulan puasa. Oleh karena itu,
apa yang sampai di mata dan telinga
Allah, adalah niat, maka hati dan pikiran
kita untuk menjalankan ibadah puasa,
bukan penampilan lahiriah atau materi
peribadatan yang dilakukan
D. Indah dan Nikmatnya
Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan
bulan yang istimewa, bulan penuh berkah,
dan segala amal baik umat-Nya di dunia
akan dibalas berlipat ganda oleh Tuhan.
Semangat untuk menjalankan ibadah
puasa, mampu membentuk karakter untuk
memperbanyak amal kebajikan maupun
amal ibadah spiritual dalam diri. Selain itu,
bulan puasa merupakan bulan yang dapat
digunakan untuk membuat mental menjadi
tetap konsisten dan istiqamah dalam
sebelas bulan berikutnyaBulan Ramadhan
merupakan bulan yang istimewa, bulan
penuh berkah, dan segala amal baik umat-
Nya di dunia akan dibalas berlipat ganda
oleh Tuhan. Semangat untuk menjalankan
ibadah puasa, mampu membentuk
karakter untuk memperbanyak amal
kebajikan maupun amal ibadah spiritual
dalam diri. Selain itu, bulan puasa
merupakan bulan yang dapat digunakan
untuk membuat mental menjadi tetap
konsisten dan istiqamah dalam sebelas
bulan berikutnya
Berikut ini adalah cara-cara memaknai
Ramadhan yang disampaikan oleh Syaikh
Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili pada
malam Jum’at 27 Sya’ban 1423 H di Masjid
Dzun Nurain Madinah, yang berjudul ‘Agar
Ramadhan Kita Bermakna Indah’ .
Cara Pertama Memaknai Ramadhan :
Bertawakal kepada Allah Ta’ala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Dalam menyambut kedatangan musim-
musim ibadah, seorang hamba sangat
membutuhkan bimbingan, bantuan dan
taufik dari Allah ta’ala. Cara meraih itu
semua adalah dengan bertawakal kepada-
Nya.”
Cara Kedua Memaknai Ramadhan:
Banyak Bertaubat Sebelum Ramadhan
Tiba
Banyak sekali dalil yang memerintahkan
seorang hamba untuk bertaubat, di
antaranya: firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan
taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-
murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai,(QS.
At.Tahrim. 8 ).
Kita diperintahkan untuk senantiasa
bertaubat, karena tidak ada seorang pun
di antara kita yang terbebas dari dosa-
dosa. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan, “Setiap keturunan Adam itu
banyak melakukan dosa dan sebaik-baik
orang yang berdosa adalah yang
bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan
isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)
Cara Ketiga Memaknai Ramadhan :
Membentengi Puasa Kita dari Faktor-
Faktor yang Mengurangi Kualitas
Pahalanya
Sisi lain yang harus mendapatkan porsi
perhatian spesial, bagaimana kita
berusaha membentengi puasa kita dari
faktor-faktor yang mengurangi keutuhan
pahalanya. Seperti menggunjing dan
berdusta. Dua penyakit ini berkategori
bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang
yang selamat dari ancamannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan
kata-kata dusta dan perbuatannya, maka
niscaya Allah tidak akan membutuhkan
penahanan dirinya dari makanan dan
minuman (tidak membutuhkan puasanya)
.” (HR. Bukhari)
Cara Keempat Memaknai Ramadhan :
Memprioritaskan (Menyempurnakan)
Amalan yang Wajib
Hendaknya orang yang berpuasa itu
memprioritaskan amalan yang wajib.
Karena amalan yang paling dicintai oleh
Allah ta’ala adalah amalan-amalan yang
wajib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan dalam suatu hadits
qudsi, bahwa Allah ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah seseorang mendekatkan diri
kepada-Ku dengan suatu amalan yang
lebih Aku cintai daripada amalan-amalan
yang Ku-wajibkan.” (HR. Bukhari)
Seandainya kita termasuk orang-orang
yang amalan sunnahnya tidak mampu
diperbanyak pada bulan puasa, maka
setidaknya kita berusaha untuk
memelihara shalat lima waktu dengan baik,
dikerjakan secara berjamaah di masjid
(bagi pria), serta berusaha sesegera
mungkin berangkat ke masjid sebelum
adzan dikumandangkan. Sesungguhnya
menjaga amalan-amalan yang wajib di
bulan Ramadhan adalah suatu bentuk
ibadah dan taqarrub yang paling agung
kepada Allah.
Sungguh sangat memprihatinkan, tatkala
kita dapati orang yang melaksanakan
shalat tarawih dengan penuh semangat,
bahkan hampir-hampir tidak pernah
absen, namun yang disayangkan, ternyata
dia tidak menjaga shalat lima waktu
dengan berjamaah. Terkadang bahkan
tidur, melewatkan shalat wajib dengan
dalih sebagai persiapan diri untuk shalat
tarawih!!? Ini jelas-jelas merupakan suatu
kejahilan dan bentuk peremehan terhadap
kewajiban! Sungguh hanya mendirikan
shalat lima waktu berjamaah tanpa diiringi
dengan shalat tarawih satu malam, lebih
baik daripada mengerjakan shalat tarawih
atau shalat malam, namun berdampak
menyia-nyiakan shalat lima waktu. Bukan
berarti kita memandang sebelah mata
terhadap shalat tarawih, akan tetapi
seharusnya seorang muslim
menggabungkan kedua-duanya;
memberikan perhatian khusus terhadap
amalan-amalan yang wajib seperti shalat
lima waktu, lalu baru melangkah menuju
amalan-amalan yang sunnah seperti shalat
tarawih.
Cara Kelima Memaknai Ramadhan:
Berusaha untuk Mendapatkan Lailatul
Qadar
Setiap muslim di bulan berkah ini
berusaha untuk bisa meraih lailatul qadar.
Dialah malam diturunkannya Al-Qur’an
(QS. Al-Qadar: 1, dan QS. Ad-Dukhan: 3),
dialah malam turunnya para malaikat
dengan membawa rahmat (QS. Al-Qadar:
4), dialah malam yang berbarakah (QS.
Ad-Dukhan: 3), dialah malam yang lebih
utama daripada ibadah seribu bulan! (83
tahun plus 4 bulan) (QS. Al-Qadar: 3).
Barang siapa yang beribadah pada malam
ini dengan penuh keimanan dan
mengharapkan pahala dari Allah maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni oleh-Nya (HR. Bukhari dan
Muslim).
Cara Keenam Memaknai Ramadhan:
Jadikan Ramadhan Sebagai Madrasah
untuk Melatih Diri Beramal Saleh, yang
Terus Dibudayakan Setelah Berlalunya
Bulan Suci Ini
Bulan Ramadhan ibarat
madrasah keimanan, di dalamnya kita
belajar mendidik diri untuk rajin
beribadah, dengan harapan setelah kita
tamat dari madrasah itu, kebiasaan rajin
beribadah akan terus membekas dalam
diri kita hingga kita menghadap kepada
YangMahaKuasa.Jangan sampai amal
ibadah kita turut berakhir dengan
berakhirnya bulan Ramadhan. Kebiasaan
kita untuk berpuasa, shalat lima waktu
berjamaah di masjid, shalat malam,
memperbanyak membaca Al-Qur’an, doa
dan zikir, rajin menghadiri majelis taklim
dan gemar bersedekah di bulan
Ramadhan, mari terus kita budayakan di
luar Ramadhan.
Allahta’alamemerintahkan:“Dan
sembahlah Rabbmu sampai ajal datang
kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99)
Semoga kita tergolong orang-
orang yang mampu menikmati keutamaan
Ramadhan dan memperoleh hikmahnya,
khususnya hikmah lailatul qadar.
Ciri utama diterimanya puasa kita di bulan
Ramadhan dan tanda terbesar akan
keberhasilan kita meraih lailatul qadar
adalah berubahnya diri kita menjadi lebih
baik daripada kondisi sebelum Ramadhan.
Di antara hikmah
dirahasiakannya waktu lailatul qadar
adalah:
- Agar amal ibadah kita lebih banyak.
Sebab dengan dirahasiakannya kapan
waktu lailatul qadar, kita akan terus
memperbanyak shalat, dzikir, doa dan
membaca Al-Qur’an di sepanjang malam-
malam sepuluh terakhir Ramadhan
terutama malam yangganjil.
- Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk
mengetahui siapa di antara para hamba-
Nya yang bersungguh-sungguh dalam
mencari lailatul qadar dan siapa yang
bermalas-malasan serta meremehkannya
(Majaalisu Syahri Ramadhaan, karya Syaikh
al-’Utsaimin hal: 163)
Maka seharusnya kita berusaha maksimal
pada sepuluh hari itu; menyibukkan diri
dengan beramal dan beribadah di seluruh
malam-malam itu agar kita bisa
menggapai pahala yang agung itu. Mungkin
saja ada orang yang tidak berusaha
mencari lailatul qadar melainkan pada
satu malam tertentu saja dalam setiap
Ramadhan dengan asumsi bahwa lailatul
qadar jatuh pada tanggal ini atau itu,
walaupun dia berpuasa Ramadhan selama
40 tahun, barangkali dia tidak akan pernah
sama sekali mendapatkan momen emas
itu. Selanjutnya penyesalan saja yang ada…
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan teladan:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika
memasuki sepuluh (terakhir Ramadhan)
beliau mengencangkan ‘ikat pinggangnya’,
menghidupkan malamnya dan
membangunkan keluarganya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Penutup: jika ada kurang lebih, atas perkataan.. Cak Wit minta maaf.

Jumaat, 2 September 2011

Jumaat, 19 Ogos 2011